Minggu, 04 November 2012

Saat Dunia Pendidikan Indonesia Memerlukan Erosi

Distribusi Guru tidak merata (indonesiaberkibar.org), 21% sekolah di perkotaan kekurangan Guru. 37% sekolah di pedesaan kekurangan Guru. 66% sekolah di daerah terpencil kekurangan Guru dan 34% sekolah di Indonesia yang kekurangan GuruSementara di banyak daerah terjadi kelebihan Guru. (Teacher Employment & Deployment, World Bank 2007)

Dunia pendidikan merupakan aspek penting untuk menunjang peradaban dunia. Menurut Mochlisin (2007), pendidikan diartikan sebagai peluang yang harus dimanfaatkan oleh suatu bangsa untuk mengejar ketertinggalannya. Setiap negara bersaing untuk meningkatkan manajemen mutu pendidikan nasional mereka. Namun pada akhirnya, hal ini belum mampu mengusik tingginya angka illiteracy people di dunia yang telah mencapai 900 juta jiwa (oici.org). Hal ini dapat dijadikan cerminan, betapa carut-marutnya pendidikan di dunia. Lanjutkan Baca
Isu pendidikan global telah menjadi fokus pemerintah dunia untuk beberapa dekade mendatang, mengingat pendidikan sendiri bukanlah isu sepele yang bisa diselesaikan 1-2 tahun saja. Hal ini, jelas terlihat dari upaya pemerintah dunia dalam mendongkrak kualitas hidup masyarakat melalui pendidikan. Pada September 2000, 189 negara di dunia telah berkomitmen untuk melaksanakan 8 Millenium Development Goals, deklarasi pembangunan milenium. Bunyi butir ke-2 dari 8 butir MDGs adalah achieve universal primary education, mencapai pendidikan dasar untuk semua. Hal ini menunjukan keseriusan pemerintah dunia dalam meningkatkan jaminan pendidikan bagi masyarakat global.
Pendidikan di Indonesia telah dipaparkan dengan jelas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia sendiri. Maka, memajukan dunia pendidikan harusnya menjadi kewajiban seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita (bukan pemerintah saja) harus berani ambil garis bawah pada Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Disini, pendidik mengambil peran penting lebih daripada sebuah okupasi semata. Pendidik yang dimaksud, adalah para guru.
Mari kita tinjau kembali bunyi butir kedua MDGs, achieve universal primary education. Dari sini dapat kita pahami bahwa peningkatan mutu pendidikan adalah dengan pemerataan, pada kata universal. Sudah ratakah pendidikan di dunia? Sebelum menjawabnya, “zoom in” dulu pandangan kita menuju Indonesia tercinta. Beberapa waktu lalu, saya melakukan survei data mengenai tingkat pendidikan di Kantor Kecamatan Kedungkandang, Malang. Data (diagram dibawah) menyebutkan bahwa masyarakat yang lulus sekolah dasar atau lebih tinggi, kuantitasnya jauh diatas masyarakat yang tak mengenyam pendidikan dasar. Suatu fakta yang patut diapresiasi, mengingat Kecamatan Kedungkandang notabene adalah kecamatan paling tertinggal di Kota Malang. Tak heran Kota Malang mendapat julukan Kota Pelajar, memang sinkron dengan fakta yang ada. Berdasarkan data yang diambil dari Badan Pusat Statistika, Provinsi Jawa Timur memang memiliki APS (Angka Partisipasi Sekolah) setingkat SD yang sangat tinggi, yaitu 97,96%. Coba kita bandingkan dengan Provinsi Papua, yang hanya 86,32% saja. 
Hal ini menunjukan, masih rendahnya tingkat pemerataan pendidikan di negara kita. Sehingga, diperlukan kualitas pendidik yang merata pula di setiap daerahnya. Disinilah loyalitas guru diperjudikan, sebagai pemberi sumbangsih yang massive dalam mensukseskan deklarasi pembangunan milenium dunia.
 Saya sendiri adalah putra dari pasangan guru. Ibu saya pernah bercerita, dulu saat saya masih balita, beliau ditugaskan sebagai pengajar di Kab.Pamekasan dan ayah saya ditugaskan di Kab.Nganjuk. Jadi, saya lebih banyak diasuh oleh nenek saya di Surabaya. “Kesetiaan seorang guru adalah hal yang paling diperlukan untuk mendongkrak kualitas pendidikan,” kata beliau saat saya tanya tentang perasaan beliau kala itu (jauh dari keluarga, demi mengajar).  Kalau bicara soal gaji, memang tabu. Apabila sebagian orang membanggakan angka gaji, sebagian lagi justru malu mengakuinya, seperti aurat manusia.
Seberapa besar kah gaji guru di Indonesia? Tak ada kamar mandi di dalam rumah. Jika hendak mandi, Rini yang sudah hampir 1,5 tahun tinggal di Tumbang Anoi harus pergi ke sungai. "Kalau rumah bisa direnovasi dan dibuat lebih layak, saya senang sekali. Meski demikian, saya tetap semangat mengajar murid karena sudah menjadi tugas sehari-hari," katanya. Rini yang berasal dari Palangkaraya, pulang satu bulan sekali. Ia harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, lebih dari 1 juta untuk satu kali perjalanan dari Tumbang Anoi ke Palangkaraya. Padahal, gaji Rini hanya sebesar Rp 1,8 juta per bulan (kompas.com). Ini hanyalah contoh kecil daripada kondisi guru di daerah terpencil. Apakah ini yang menjadi jawaban, mengapa banyak guru tidak mau ditugaskan di daerah kecil? kesejahteraannya akan kecil pula, berbeda dengan para guru di kota-kota besar. Dalam konteks yang satu ini, negara kita harus lebih memikirkan pemerataan kesejahteraan para guru, namun gaji tetap saja aurat yang tidak perlu dibicarakan disini.
Kalau kita kaji lebih jauh lagi, fakta-fakta yang lebih menyeramkan pasti akan terus muncul. Daripada menguak-nguak kesalahan, lebih baik kita cari pemecahannya. Mari kita kumpulkan beberapa fakta untuk dianalisis. Sejauh ini kita punya 3 fakta utama, sebut saja ketiganya sebagai variabel, yaitu :
1.      Pemerataan pendidikan di Indonesia yang masih buruk (P)
2.      Pemerataan guru berkompetensi dan professional yang masih terpusat (G)
3.      Pemerataan kesejahteraan guru yang masih gonjang-ganjing (S)
Maka, korelasi ketiga variabel diatas adalah “Pemerataan pendidikan (P) berbanding lurus dengan pemerataan guru berkompeten dan profesional (G), yang ditunjang dengan pemerataan kesejahteraan guru,”yang bisa dinyatakan seperti formula disamping.
              Formula tersebut memang tidak memiliki tingkat keakuratan  yang tinggi, karena memang bukan seperti Newton`s Law yang diciptakan sebagai kalkulus matematis dari sebuah fenomena. Hukum kesejahteraan ("kesejahteraan," diberi tanda kutip) ini merupakan cermin bagi negara kita, untuk introspeksi “apakah cita-cita (mencerdaskan kehidupan bangsa) negara kita sudah didukung dengan upaya yang maksimal?” Yang perlu digarisbawahi disini, kesejahteraan para guru bukan berarti menaikkan tunjangan atau lain sebagainya, namun kita perlu cermat dengan kata pemerataan.
            Hukum “kesejahteraan” memang tidak memiliki tingkat keakuratan yang tinggi, namun tingkat presisinya dapat kita uji melalui komparasi sederhana. Presisi (precise) menyatakan derajat kedekatan data yang dihasilkan dengan fakta yang ada (Goris Seran D. dkk. 2007). Sebagai komparasi dengan Indonesia, mari kita singgung Finlandia sebagai negara dengan edukasi terbaik di dunia saat ini (laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada 21/11/07).
            Kesuksesan Finlandia dalam dunia pendidikan tidak lepas dari peran para guru. Pemerintah Finlandia sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. National Education Association menyebutkan bahwa, tingginya tingkat pendidikan di Finlandia dikarenakan 3 hal utama terkait peningkatan mutu para guru disana; kepercayaan, pengawasan, dan kesejahteraan. Ketiga hal tersebut diterapkan menyeluruh dengan rata dan terstruktur. Berbeda dengan di Indonesia, yang kurang memerhatikan pemerataan kualitas dan kesejahteraan guru. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka menyongsong pendidikan Indonesia yang lebih baik.
               Sekali lagi, upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia bukan hanya kewajiban guru atau pun pemerintah semata. Siswa sendiri pun juga harus terlibat dalam metamorfosa pendidikan kita. Sekolah saya (Sampoerna Academy Malang) memiliki program community service, dimana siswa dituntut peka terhadap kondisi sosial masyarakat sekitar, salah satunya dalam bidang pendidikan. Dukungan pro-aktif masyarakat sangatlah diperlukan sebagai katalis menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik. Peran serta LSM peduli pendidikan seperti Indonesia Berkibar ini, merupakan sinyal postif untuk masa depan pendidikan negeri kita yang harus terus kita dukung. 
            Gong deklarasi pembangunan milenium dunia akan kembali berdengung pada tahun 2015, berarti masih ada 3 tahun bagi Indonesia untuk ikut serta memberikan sumbangsihnya demi kesejahteraan dunia~dalam hal ini; pendidikan. Sumbangsih kita dalam dunia pendidikan sangat didambakan oleh mereka yang haus akan edukasi. Sama rasa-sama rata, biarkan mereka merasakan pendidikan seperti yang telah kita rasakan. Disaat para petani mengeluh soal erosi yang mengikis lapisan humus sawahnya, pendidikan kita justru memerlukan erosi untuk meratakan kualitas pendidikan negeri ini.

Galih Ramadana Suwito
SMAN 10 Malang (Sampoerna Academy)



Daftar Pustaka
Darling, Linda and Darmon. 2010. The Flat World and Education. New York: Teachers College Press
Goris, Seran, Dkk. 2007. Fisika SMA. Jakarta: Grasindo
Mochlisin. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan SMP Kelas VII. Jakarta: Interpuls 
Ali, Mohammad. 2009. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Jakarta: Grasindo


8 komentar:

Yudi mengatakan...

wah keren bro. good luck. infonya ngena banget :D

Socio Geeks mengatakan...

bagus sekali, saya terkesan dengan pernyataan ini:

" Upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia bukan hanya kewajiban guru atau pun pemerintah semata. Dukungan pro-aktif masyarakat sangatlah diperlukan sebagai katalis menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik". semoga pendidikan Indonesia makin baik

salam

Dwi Jaya mengatakan...

setuju bang,
saya juga pernah menyinggung mengenai : pendidik dan sumber belajar sbg bagian penting dalam pendidikan.

Tapi belum apa2, pemerintah justru memberikan gagasan sistem sks untuk anak sma. Apakah berhasil?

Bukan Asal Nulis mengatakan...

setuju banget dg pendapat bahwa, banyak pendidik yg berfikiran bahwa kesejahteraan mereka terkait tempat kerja mereka dimana?

banyak contoh juga~di temen2 saya

nsyoanita mengatakan...

manusia besi
pemerintah:
-membenahi sistem pendidikan
-membenahi standar kelayakan pengajar
-memberi penghargaan lebih bagi pengajar
-lebih terbuka pada masukan masyarakat
-pemerataan tenaga pengajar (seperti di Jerman)
masyarakat
-memberikan bukan hanya komen tetapi juga usulan

langkah-langkah secara general untuk memajukan pendidikan di Indonesia dan bangsa Indonesia

Unknown mengatakan...

kalau dari kacamata saya sebagai seorang pelajar yg masih harus banyak belajar sih, pendidikan Indonesia kira2 seperti itu.
kritik dan saran sangat saya perlukan untuk menjaga esensi tulisan saya ini. terima kasih atas segala apresiasinya :)

Remajabutuhduit mengatakan...

jadi kesimpulannya para guru pemerintah dan siswa harus bekerja sama dalam hal pemerataan ini agar indonesia mampu mendongkraknya sedikit demi sedikit . penulisan dan bahasa yang sangat menarik \^^/

Anonim mengatakan...

Bagus lih, salut sm gaya menulismu yg runtut dan analyst yg lengkap dari UU. sampai pengamatan langsung

--Aditya--

Posting Komentar